Kemiskinan dan
Kesenjangan
A. KONSEP DAN PENGERIAN KEMISKINAN.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan (Wikipedia.com, 2012).
Menurut
BPS (2010), bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.
Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
·
Kemiskinan
absolut
Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.
Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.
·
Kemiskinan relatif
Kemiskinan relatif merupakan kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan. Masyarakat yang tingkat pendapatannya atau pengeluaranya relative lebh rendah dibandingkan dengan pendapatan atau pengeluaran masyarakat sekitarnya.
Kemiskinan relatif merupakan kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan. Masyarakat yang tingkat pendapatannya atau pengeluaranya relative lebh rendah dibandingkan dengan pendapatan atau pengeluaran masyarakat sekitarnya.
Menurut
Sastraamadja (2003), kemiskinan dapat dibedakan menjadi empat berdasarkan pola
waktu, meliputi :
(1)
persistent proverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun menurun
(2)
cyclical poverty, merupakan kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi
secara keseluruhan;
(3) seasonal
poverty, adalah kemiskinan musiman yang sering dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian.
(4)
accident poverty, yaitu kemiskinan yang tercipta karena adanya bencana alam,
konflik, dan kekerasan, atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan
menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.
Jhingan
(1992) mengemukaan tiga ciri utama negara berkembang yang menjadi penyebab dan
sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan, yaitu:
- Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan ataupun keahlian.
- Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan ataupun keahlian.
- Kedua,
sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebagian kecil penduduk
yang bisa menjadi tenaga kerja produktif.
- Ketiga, penduduk
terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang
telah usang dan ketinggalam zaman.
B. GARIS
KEMISKINAN
Garis
kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimumpendapatan yang
dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi
di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat
mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara
maju daripada di negara berkembang.
Hampir
setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan
berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat
miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program
peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk
menanggulangi kemiskinan.
C. PENYEBAB DAN DAMPAK
KEMISKINAN
Kemiskinan secara
umum disebabkan oleh dua faktor,yaitu:
·
faktor internal dan
faktor eksternal.Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri
orang miskin, seperti sikap yangmenerima apa adanya, tidak
bersungguh-sungguh dalam berusaha, dan kondisi fisik yangkurang sempurna.
·
faktor eksternal adalah
faktor yang datang dari luar diri si miskin,seperti keterkucilan karena
akses yang terbatas, kurangnya lapangan kerja, ketiadaankesempatan, sumberdaya
alam yang terbatas, kebijakan yang tidak berpihak dan lainnya.
Penyebab
kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker, 2002),yaitu:
1.
Pertama,
Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri.
Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan
kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja. Mereka juga sering salah dalam memilih, termasuk memilih
pekerjaan, memilih jalan hidup, memilih tempat
tinggal, memilih sekolah dan lainnya. Gagal, sebagian orang miskin bukan
karena tidak pernah memiliki
kesempatan, namun ia gagal menjalani dengan baik kesempatan tersebut.
2.
Kedua,
Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih
disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah
telah membawa dia kedalam kemiskinan.
Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan
pendidikan yang layak kepada anaknya,
sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus
menerusdan turun temurun.
3.
Ketiga,
Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat
disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat
karakteristik perilaku lingkungan.
Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya, keyakinan bahwa
mengabdi kepada para raja atau orang terhormatmeski tidak diberi bayaran dan berakibat pada
kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak merasa miskin karena
sudah terbiasa dan memang
kulturnya yang membuat demikian.
4.
Keempat,
Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh
adat istiadat, kebijakan, dan aturanlain menimbulkan perbedaan hak untuk
bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah
dan haknya terbatas.
5.
Kemiskinan
yang disebabkan oleh dampak kebijakan pemerintah, atau kebijakan yang tidak berpihak pada kaum miskin juga
masuk ke dalam mazhab ini, sehingga kemiskinan yang timbul itu sering disebut dengan kemiskinan struktural.
Kemiskinan
dapat juga disebabkan oleh:
(a) rendahnya kualitas angkatan kerja
(b) akses yang sulit dan terbatas terhadap
kepemilikan modal
(c) rendahnya tingkat penguasaan teknologi
(d) penggunaan sumberdaya yang tidak
efisien,
(e) pertumbuhan penduduk yang
tinggi (Sharp et al, 2000).
Faktor-faktor kemiskinan antara lain:
1.
Ketidakberdayaan.
Kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya harga produk
yang dihasilkan mereka, dan tingginya biaya pendidikan
2.
Keterkucilan, rendahnya tingkat
pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi, serta ketiadaan
akses terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan menjadi miskin
3.
Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan
kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanianyang dimiliki menyebabkan
penghasilan mereka relatif rendah
4.
Kerentanan, sulitnya mendapatkan
pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam,membuat mereka menjadi rentan
dan miskin
5.
Sikap,
sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi untuk bekerja
kerasmembuat mereka menjadi miskin.Kemiskinan di kota pada dasarnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa,yang berbeda adalah
penyebab dari faktor-faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan
dikota cendrung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan
tingginya biaya hidup.
Dampak Kemiskinan
Dampak akibat kemiskinan
yang terjadi di Indonesia, sebenarnya begitu banyak dan sangat kompleks.
·
Pertama, penggangguran. Jumlah
pengganguran yang terjadi pada awal tahun 2011 mencapai 8,12 juta orang. Angka
penggangguran ini cukup fantatis, mengingat krisis multidimensional yang sedang
dihadapi oleh bangsa saat ini. Banyaknya penggangguran, berarti mereka tidak
bekerja dan otomatis mereka tidak mendapatkan penghasilan. Dengan tidak bekerja
dan tidak mendapatkan penghasilan, mereka tidak data memenuhi kebutuhan
hidupnya. Secara otomatis, pengangguran menurunkan daya saing dan beli
masyarakat.
·
Kedua, kekerasan. Kekerasan yang
terjadi biasanya disebabkan karena efek pengangguran. Karena seseorang tidak
mampu lagi mencari nafkah yang benar dan halal.
·
Ketiga, pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan,
mengakibatkan masyarakat miskin tidak dapat menjangkau dunia sekolah atau
pendidikan. Akhirnya, kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam.
Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan
seseorang. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu
bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
·
Keempat, kesehatan. Biaya pengobatan yang
terjadi pada klinik pengobatan bahkan rumah sakit swasta besar sangat mahal dan
biaya pengobatan tersebut tidak terjangkau oleh kalangan masyarakat miskin.
·
Kelima, konflik social bernuansa SARA.
Konflik SARA terjadi karena ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi
kemiskinan yang semakin hari semakin akut. Hal ini menjadi sebuah bukti lain
dari kemiskinan yang kita alami. Terlebih lagi fenomena bencana alam yang
sering terjadi di negeri ini, yang berdampak langsung terhadap meningkatnya
angka kemiskinan. semuanya terjadi hamper merata di setiap daerah di Indonesia,
baik di pedesaan maupun diperkotaan.
D.
PERTUMBUHAN,KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
1. Hubungan antara Pertumbuhan dan
Kesenjangan: Hipotesis Kuznets
Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi
dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan
proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan
seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat
kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar
pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum
kaya. Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan
perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia,
Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan
yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an. Jantti membuat
kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh
pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan
public. Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan
pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri
dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting.
Literature mengenai perubahan kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya
didominasi oleh apa yang disebuthipotesis Kuznets. Dengan memakai data
antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap
Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan
pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik. Hasil
ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses
transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau
ekonomi industry.
2. Hubungan antara Pertumbuhan dan
Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan
tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah
dibahas di atas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses
pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap
akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang. Namun
banyak factor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar
terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan
tenaga kerja dan struktur ekonomi.
E. BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
·
Indikator kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk
mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam
dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering
digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga
alat ukur, yaitu:
ü The
Generalized Entropy(GE)
ü Ukuran
Atkinson
ü Koefisien
Gini.
Yang paling sering
dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada 0-1.
Ø Bila
0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan)
Ø Bila
1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari
perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai
rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45
derajat tersebut,maka
semakin besar tingkat ketidak
merataan
distribusi pendapatan.
Ø Ketimpangan
dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
Ø Ketimpangan
dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.
Ø Ketimpangan
dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.
Ø Ketimpangan
dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas,
cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia
adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup :
1)
40% penduduk dengan pendapatan rendah,
2)
40% penduduk dengan pendapatan menengah
3)
20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari
jumlah penduduk.
·
Indikator kemiskinan
Badan Pusat Statistik
(BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per
kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS,
1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari.
Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran
untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
BPS menggunakan 2 macam
pendekatan, yaitu :
1.
Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
approach)
2.
Pendekatan Head Count Index
garis kemiskinan terdiri
dari 2 komponen, yaitu
1.
garis kemiskinan makanan (food line)
2.
garis kemiskinan non makanan
(nonfoodline).
F. KEMISKINAN DI INDONESIA
permasalahan yang harus dihadapi dan
diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah kemiskinan, disamping
masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau
menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di
Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program
Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut
mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya
penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang
miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan
ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar sektor, antar
kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada
tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah
penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).
Hal ini diakibatkan oleh
ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur
yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki
kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas
dari sosok pemimpin.
STATISTIK
KEMISKINAN DAN KETIDAKSETARAAN DI INDONESIA:
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
|
Kemiskinan
Relatif
(% dari populasi) |
17.8
|
16.6
|
15.4
|
14.2
|
13.3
|
12.5
|
11.7
|
11.5
|
11.0
|
Kemiskinan
Absolut
(dalam jutaan) |
39
|
37
|
35
|
33
|
31
|
30
|
29
|
29
|
28
|
Koefisien
Gini/
Rasio Gini |
-
|
0.35
|
0.35
|
0.37
|
0.38
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
-
|
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat
Statistik (BPS)
Tabel
di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan. Namun,
pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang tidak ketat
mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang
lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan
garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp.
312,328. Jumlah tersebut adalah setara dengan USD $25 yang dengan demikian
berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia
sendiri. Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank
Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan
penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah
garis kemiskinan, maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak akurat
karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut
Bank Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari
USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun
2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di
bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia
menyatakan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta
jiwa) hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
Dalam
beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan
penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan
melambat di masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu
keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang
berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari
kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang
berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu
untuk bangkit. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat
kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.
KEMISKINAN DI INDONESIA DAN DISTRIBUSI GEOGRAFIS
Salah
satu karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu besar
antara nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan
dengan lokasi geografis. Jika dalam pengertian absolut lebih dari setengah
jumlah total penduduk Indonesia yang hidup miskin berada di pulau Jawa (yang
berlokasi di bagian barat Indonesia dengan populasi padat), dalam pengertian
relatif propinsi-propinsi di Indonesia Timur menunjukkan nilai kemiskinan yang
lebih tinggi. Tabel di bawah ini menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan
angka kemiskinan relatif yang paling tinggi. Semua propinsi ini berlokasi di
luar wilayah Indonesia Barat seperti Jawa, Sumatra dan Bali, yang adalah
wilayah-wilayah yang lebih berkembang.
PROPINSI
DENGAN ANGKA KEMISKINAN RELATIF TINGGI
Papua
|
27.8%
|
Papua
Barat
|
26.3%
|
Nusa
Tenggara Timur
|
19.6%
|
Maluku
|
18.4%
|
Gorontalo
|
17.4%
|
¹ persentase
berdasarkan total penduduk per propinsi bulan September 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Tingkat
kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur ini, di mana sebagian besar
penduduknya adalah petani, kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan. Di daerah
tersebut masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses dan program
pembangunan. Migrasi ke daerah perkotaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan
pekerjaan dan - dengan
demikian - menghindari kemiskinan.
Bertentangan
dengan angka kemiskinan relatif di Indonesia Timur, tabel di bawah ini
menunjukkan angka kemiskinan absolut di Indonesia yang berkonsentrasi di pulau
Jawa dan Sumatra.
PROPINSI
DENGAN ANGKA KEMISKINAN ABSOLUT TINGGI
Jawa
Timur
|
4.7
|
Jawa
Tengah
|
4.6
|
Jawa
Barat
|
4.2
|
Sumatra
Utara
|
1.4
|
Lampung
|
1.1
|
¹
dalam jumlah jutaan pada bulan September 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Stabilitas harga makanan (khususnya beras)
adalah masalah penting bagi Indonesia sebagai negara yang penduduknya
menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli beras. Oleh karena
itu, tekanan
inflasi harga beras
(misalnya karena gagal panen) dapat memiliki konsekuensi serius bagi mereka
yang miskin atau hampir miskin dan secara signifikan menaikkan persentase angka
kemiskinan di negara ini.
KEMISKINAN DI INDONESIA: KOTA DAN
DESA
Indonesia
telah mengalami proses urbanisai yang cepat dan pesat. Sejak pertengahan
1990-an jumlah absolut penduduk pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat
ini lebih dari setengah total penduduk
Indonesia tinggal di
wilayah perkotaan (20 tahun yang lalu sekitar sepertiga populasi Indonesia
tinggal di kota).
Kecuali
beberapa propinsi, wilayah pedesaan di Indonesia relatifnya lebih miskin
dibanding wilayah perkotaan. Angka kemiskinan pedesaan Indonesia (persentase
penduduk pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan desa tingkat nasional)
turun hingga sekitar 20 persen di pertengahan 1990-an tetapi melonjak tinggi
ketika Krisis
Finansial Asia (Krismon)
terjadi antara tahun 1997 dan 1998, yang mengakibatkan nilainya naik mencapai
26 persen. Setelah tahun 2006, terjadi penurunan angka kemiskinan di pedesaan
yang cukup signifikan seperti apa yang ditunjukkan tabel dibawah ini:
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
|
Kemiskinan
Pedesaan
(% penduduk yg hidup di bawah garis kemiskinan desa) |
20.0
|
21.8
|
20.4
|
18.9
|
17.4
|
16.6
|
15.7
|
14.3
|
14.4
|
13.8
|
Sumber: Bank
Duna dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Angka kemiskinan kota adalah
persentase penduduk perkotaan yang tinggal di bawah garis kemiskinan kota
tingkat nasional. Tabel di bawah ini, yang memperlihatkan tingkat kemiskinan
perkotaan di Indonesia, menunjukkan pola yang sama dengan tingkat kemiskinan
desa: semakin berkurang mulai dari tahun 2006.
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
|
Kemiskinan
Kota
(% penduduk yg tinggal di bawah garis kemiskinan kota) |
11.7
|
13.5
|
12.5
|
11.6
|
10.7
|
9.9
|
9.2
|
8.4
|
8.5
|
8.2
|
Sumber: Bank
Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Dalam dua tabel di atas,
terlihat bahwa pada tahun 2005 dan 2006 terjadi peningkatan angka kemiskinan.
Ini terjadi terutama karena adanya pemotongan subsidi BBM yang dilakukan oleh
pemerintahan presiden SBY diakhir tahun 2005. Harga minyak yang secara
internasional naik membuat pemerintah terpaksa mengurangi subsidi BBM guna
meringankan defisit anggaran pemerintah. Konsekuensinya adalah inflasi dua digit antara 14 sampai 19 persen
(yoy) terjadi sampai oktober 2006.
KETIDAKSETARAAN DI INDONESIA YANG SEMAKIN MELUAS?
Koefisien
GINI, yang mengukur ketimpangan distribusi pendapatan, menunjukkan tren
penurunan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah koefisien 0
menunjukkan kesetaraan yang sempurna, sedangkan koefisien 1 menunjukkan
ketimpangan sempurna. Namun, kita masih dapat mempertanyakan metodologi
koefisien GINI ini karena ia membagi penduduk dalam lima kelompok,
masing-masing berisi 20 persen dari populasi: dari 20 persen terkaya sampai ke
20 persen termiskin. Selanjutnya, koefisien ini mengukur kesetaraan (dan
ketimpangan) antara kelompok-kelompok tersebut. Ketika menggunakan koefisien
ini untuk Indonesia masalah yang timbul adalah negara ini memiliki karakter
ketidakseimbangan ekstrim dalam setiap kelompoknya, sehingga membuat hasil
koefisien GINI kurang selaras dengan kenyataan. Terlebih lagi media di
Indonesia sering melaporkan bahwa kesenjangan antara miskin dan kaya di
Indonesia sebenarnya justru semakin meluas.
G. FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB KEMISKINAN
Faktor penyebab
kemiskinan atau mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan menurut
Emil Salim , yaitu:
a) Tidak
memiliki faktor produksi
Mereka umumnya tidak
memilki faktor produksi sendiri,seperti tanah yang cukup,modal ataupun
ketrampilan .Faktor produksi yang dimilki sedikit sekali sehingga kemampuan
memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.
b) Tidak
memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
Pendapatan tidak cukup
untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha.Sedangkan syarat tidak
terpenuhi untuk memperoleh kredit perbangkan, seperti adanya jaminan kredit dan
lain-lain,sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah
darat” yang biasanya meminta syarat pelunasan yang berat dan memungut bunga
yang tinggi.
c) Tingkat
pendidikan mereka rendah,tak sampai tamat sekolah dasar.
Waktu mereka tersita
habis untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar.Juga
anak-anak mereka tidak bisa menyelesaikan sekolah ,karena harus membantu orang
tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adik di rumah,sehingga
secara turun-temurun mereka terjeratdalam keterbelakangan di bawah garis
kemiskinan ini.
d) Kebanyakaan
mereka tinggal di pedesaan.
Banyak diantara mereka
tidak memilki tanah,kalaupun ada maka itu sangat kecil sekali.Umumnya mereka
menjadi buruh tani atau pekerja kasar diluar pertanian.karena pertanian bekerja
dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin.Banyak di antara mereka
lalu menjadi pekerja bebas (self employed) berusaha apa saja.Dalam keadaan
penawaran tenaga kerjayang besar, maka tingkat upah menjadi rendah
sehingga mengurung mereka di garis kemiskinan.Didorong oleh kesulitan hidup di
desa maka banyak di antara mereka mencoba berusaha di kota (urbanisasi).
e) Hidup
di kota dengan kurangnya ketrampilan dan pendidikan
Banyak diantara mereka
yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai ketrampilan (skill)
atau pendidikan,sedangkan kota banyak negara sedang berkembang tidak siap
menampung gerak urbanisasi penduduk desa ini. Apabila di negara maju
pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik
bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota,maka proses urbanisasi di negara
berkembang tidak disertai dengan penyerapan tenaga dalam perkembangan
industri.Bahkan sebaliknya,perkembangan teknologi di kota-kota negara
berkembang justru menampik penyerapan lebih banyak tenaga kerja,sehingga
penduduk miskin yang pindah ke kota terdampar dalam kantong-kantong
kemelaratan yang justru membuat mereka tambah miskin.
Faktor Penyebab
Kemiskinan menurut Bank Dunia :
·
Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan
modal
·
Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan
dasar dan prasarana
·
Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan
dan bias sektor
·
Adanya perbedaan kesempatan di antara
anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung
·
Adanya perbedaan sumber daya manusia dan
perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern)
·
Rendahnya produktivitas dan tingkat
pembentukan modal dalam masyarakat.
·
Budaya hidup yang dikaitkan dengan
kemampuan seseorang mengelolah sumber daya alam dan lingkungannya.
·
Tidak adanya tata pemerintah yang bersih
dan baik (good governance)
·
Pengelolaan sumber daya alam yang
berlebihan dan tidak berwawasan lingkunagan
Faktor-faktor Penyebab
Kemiskinan menurut buku ( Edis Suharto,Kemiskinan dan
Perlindungan Sosial di Indonesia)
1. Faktor
Ekonomi
Yakni turunnya
pertumbuhan ekonomi,akibat adanya inflasi,refresi dan sebagainya,menimbulkan
kemiskinan ,sehingga kemsikinan relatiif dam absoulut semakin
bertambah.Kemiskinan akibat perekonomian dapat diselesaikan diatasi
dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan merata.
Disamping itu pertumbuhan
ekonomi juga kelangkaan sumber-sumber daya ekonomi merupakan salah satu sebab
timbulnya kemiskinan.
2. Faktor
Individual
Terkait dengan aspek
patalogi, termasuk kondisi fisik dan psikologis di miskin.
Orang yang menjadi miskin
karena adanya kecacatan pribadi,dalam arti fisik,mental(attitude),malas,tidak
jujur,merasa terasing sehingga mereka tidak dapat mencari pekerjaan.
3. Faktor
Sosial
Kondisi-kondisi
lingkungan sosial yang menjebak orang menjadi miskin. Misalnya terdapat
deskriminasi ,berdasarkian usia,jender,etnis,yang menyebabkan orang menjadi
miskin. Termasuk dalam faktor ini ialah kondisi sosial keluarga si miskin yang
biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.
4. Faktor
Kultural
Kondisi atau kualitas
budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk
konsep “kemiskinan kultural” atau budaya kemiskinan.Menghubungkan dengan
penelitianOscar Lewis di Amerika Latin : bahwa memang ada apa yang
disebut kebudayaan kemsikinan,yaitu pola kehidupan masyarakat yang mencerminkan
pola hidup apatis,ketidak jujuran,ketergantunga,motivasi yang rendah,ketidak
stabilan keluarga dsb.
Kebudayaan kemiskinan
merupakan ciri dari suatu negara msikin .
5. Faktor
Struktural
Menunjuk pada struktur
atau sistem yang tidak adil ,tidak sensitif,dan tidak accessible sehingga
menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin.Sebagai contoh ,
sistem ekonomi neoriberalisme yang diterapkan di Indonesia telah
menyebabkan para petani,nelayan,dan pekerja sektor informal terjerat
oleh, dan sulit keluar dari kemiskinan.Sebaliknya,stimulus ekonomi pajak dan
iklim investasi lebih menguntungkan orang kaya dan pemodal asing
untuk terusdapat memumupk kekayaan.
H. KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di perlukan
strategi dan bentuk intervensi yang tepat dalam arti cost effectivenessnya
tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni:
1. Pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2. Pemerintah yang baik (good
governance)
3. Pembangunan social
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi
pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila dibagi menurut
waktunya:
1) Intervensi jangka pendek,
terutama pembangunan sector pertanian dan perekonomian perdesaan
2) Intervensi jangka menengah dan
panjang
-
Pembangunan
sector swasta
-
Kerjasama
regional
-
APBN
dan administrasi
-
Desentralisasi
-
Pendidikan
dan kesehatan
-
Penyediaan
air bersih dan pembangunan perdesaan
SUMBER :