Kemiskinan dan Kesenjangan

A.    KONSEP DAN PENGERIAN KEMISKINAN.
World Bank (2010) mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan dalam kesejahteraan, dan terdiri dari banyak dimensi. Hal ini termasuk penghasilan rendah dan ketidakmampuannya untuk mendapatkan barang dasar dan layanan yang diperlukan untuk bertahan hidup dengan martabat. Kemiskinan juga meliputi rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan, akses masyarakat miskin terhadap air bersih dan sanitasi, keamanan fisik yang tidak memadai, kurangnya suara dan kapasitas memadai, serta kesempatan untuk hidup yang lebih baik. Dengan demikian  Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.


Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidak
mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan (Wikipedia.com, 2012).
Menurut BPS (2010), bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.

Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
·          Kemiskinan absolut 
Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.
·         Kemiskinan relatif 
Kemiskinan relatif merupakan kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.
Masyarakat yang tingkat pendapatannya atau pengeluaranya relative lebh rendah dibandingkan dengan pendapatan atau pengeluaran masyarakat sekitarnya.

Menurut Sastraamadja (2003), kemiskinan dapat dibedakan menjadi empat berdasarkan pola waktu, meliputi :
(1) persistent proverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun menurun
(2) cyclical poverty, merupakan kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan;
(3) seasonal poverty, adalah kemiskinan musiman yang sering dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian.
(4) accident poverty, yaitu kemiskinan yang tercipta karena adanya bencana alam, konflik, dan kekerasan, atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

Jhingan (1992) mengemukaan tiga ciri utama negara berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan, yaitu:

- Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan ataupun keahlian.
- Kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif.
- Ketiga, penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalam zaman.

B.     GARIS KEMISKINAN
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimumpendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.


C.    PENYEBAB DAN DAMPAK KEMISKINAN
Kemiskinan secara umum disebabkan oleh dua faktor,yaitu:
·         faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri orang miskin, seperti sikap yangmenerima apa adanya, tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha, dan kondisi fisik yangkurang sempurna.
·         faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri si miskin,seperti keterkucilan karena akses yang terbatas, kurangnya lapangan kerja, ketiadaankesempatan, sumberdaya alam yang terbatas, kebijakan yang tidak berpihak dan lainnya.

Penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker, 2002),yaitu:
1.      Pertama, Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja. Mereka juga sering salah dalam memilih, termasuk memilih pekerjaan, memilih jalan hidup, memilih tempat tinggal, memilih sekolah dan lainnya. Gagal, sebagian orang miskin bukan karena tidak pernah  memiliki kesempatan, namun ia gagal menjalani dengan baik kesempatan tersebut.
2.      Kedua, Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam  kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu  memberikan pendidikan yang layak kepada  anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus menerusdan turun temurun.
3.      Ketiga, Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku  lingkungan.  Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah  kaum  perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan  menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormatmeski tidak diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan  memang kulturnya yang membuat demikian.
4.      Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturanlain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan  haknya terbatas.
5.      Kemiskinan yang disebabkan oleh dampak kebijakan pemerintah, atau kebijakan yang tidak berpihak pada kaum miskin juga masuk ke dalam mazhab ini, sehingga kemiskinan yang timbul itu sering disebut dengan kemiskinan struktural.

Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh:
(a) rendahnya kualitas angkatan kerja
(b) akses yang sulit dan terbatas terhadap kepemilikan modal
(c) rendahnya tingkat penguasaan teknologi
(d) penggunaan sumberdaya yang tidak efisien,
(e) pertumbuhan penduduk yang tinggi (Sharp et al, 2000).
 Faktor-faktor kemiskinan antara lain:
1.      Ketidakberdayaan. Kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya harga produk yang dihasilkan mereka, dan tingginya biaya pendidikan
2.      Keterkucilan, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi, serta ketiadaan akses terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan menjadi miskin
3.      Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanianyang dimiliki menyebabkan penghasilan mereka relatif rendah
4.      Kerentanan, sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam,membuat mereka menjadi rentan dan miskin
5.      Sikap, sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi untuk bekerja kerasmembuat mereka menjadi miskin.Kemiskinan di kota pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa,yang berbeda adalah penyebab dari faktor-faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan dikota cendrung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup.

Dampak Kemiskinan

Dampak akibat kemiskinan yang terjadi di Indonesia, sebenarnya begitu banyak dan sangat kompleks.
·         Pertama, penggangguran. Jumlah pengganguran yang terjadi pada awal tahun 2011 mencapai 8,12 juta orang. Angka penggangguran ini cukup fantatis, mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi oleh bangsa saat ini. Banyaknya penggangguran, berarti mereka tidak bekerja dan otomatis mereka tidak mendapatkan penghasilan. Dengan tidak bekerja dan tidak mendapatkan penghasilan, mereka tidak data memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara otomatis, pengangguran menurunkan daya saing dan beli masyarakat.
·         Kedua, kekerasan.  Kekerasan yang terjadi biasanya disebabkan karena efek pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah yang benar dan halal.
·         Ketiga, pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan, mengakibatkan masyarakat miskin tidak dapat menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Akhirnya, kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
·         Keempat, kesehatan. Biaya pengobatan yang terjadi pada klinik pengobatan bahkan rumah sakit swasta besar sangat mahal dan biaya pengobatan tersebut tidak terjangkau oleh kalangan masyarakat miskin.
·         Kelima, konflik social bernuansa SARA. Konflik SARA terjadi karena ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi kemiskinan yang semakin hari semakin akut. Hal ini menjadi sebuah bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. Terlebih lagi fenomena bencana alam yang sering terjadi di negeri ini, yang berdampak langsung terhadap meningkatnya angka kemiskinan. semuanya terjadi hamper merata di setiap daerah di Indonesia, baik di pedesaan maupun diperkotaan.


D.    PERTUMBUHAN,KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

1.      Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan: Hipotesis Kuznets

Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.  Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an.  Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public.  Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting. Literature mengenai perubahan kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang disebuthipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik.  Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.

2.      Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan

Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas di atas.  Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang.  Namun banyak factor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.


E.     BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
·         Indikator kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu:
ü  The Generalized Entropy(GE)
ü  Ukuran Atkinson
ü  Koefisien Gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada 0-1.
Ø  Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan)
Ø  Bila 1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut,maka semakin besar tingkat ketidak merataan distribusi pendapatan.
Ø  Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
Ø  Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.
Ø  Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.
Ø  Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup :
1)      40% penduduk dengan pendapatan rendah,
2)      40% penduduk dengan pendapatan menengah
3)      20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.

·         Indikator kemiskinan
Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu :
1.      Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach)
2.      Pendekatan Head Count Index
garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu
1.      garis kemiskinan makanan (food line)
2.      garis kemiskinan non makanan (nonfoodline).



F.     KEMISKINAN DI INDONESIA
permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
 berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).
Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin.

STATISTIK KEMISKINAN DAN KETIDAKSETARAAN DI INDONESIA:


 2006
 2007
 2008
 2009
 2010
 2011
 2012
 2013
 2014
Kemiskinan Relatif
(% dari populasi)
 17.8
 16.6
 15.4
 14.2
 13.3
 12.5
 11.7
 11.5
 11.0
Kemiskinan Absolut
(dalam jutaan)
   39
   37
   35
   33
   31
   30
   29
   29
   28
Koefisien Gini/
Rasio Gini
    -
 0.35
 0.35
 0.37
 0.38
 0.41
 0.41
 0.41
    -
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan. Namun, pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang tidak ketat mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 312,328. Jumlah tersebut adalah setara dengan USD $25 yang dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia sendiri. Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut Bank Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia menyatakan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta jiwa) hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan melambat di masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk bangkit. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.

KEMISKINAN DI INDONESIA DAN DISTRIBUSI GEOGRAFIS

Salah satu karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu besar antara nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan dengan lokasi geografis. Jika dalam pengertian absolut lebih dari setengah jumlah total penduduk Indonesia yang hidup miskin berada di pulau Jawa (yang berlokasi di bagian barat Indonesia dengan populasi padat), dalam pengertian relatif propinsi-propinsi di Indonesia Timur menunjukkan nilai kemiskinan yang lebih tinggi. Tabel di bawah ini menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan angka kemiskinan relatif yang paling tinggi. Semua propinsi ini berlokasi di luar wilayah Indonesia Barat seperti Jawa, Sumatra dan Bali, yang adalah wilayah-wilayah yang lebih berkembang.

PROPINSI DENGAN ANGKA KEMISKINAN RELATIF TINGGI

Papua
          27.8%
Papua Barat
          26.3%
Nusa Tenggara Timur
          19.6%
Maluku
          18.4%
Gorontalo
          17.4%
¹ persentase berdasarkan total penduduk per propinsi bulan September 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur ini, di mana sebagian besar penduduknya adalah petani, kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan. Di daerah tersebut masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses dan program pembangunan. Migrasi ke daerah perkotaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan dan - dengan demikian - menghindari kemiskinan.
Bertentangan dengan angka kemiskinan relatif di Indonesia Timur, tabel di bawah ini menunjukkan angka kemiskinan absolut di Indonesia yang berkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatra.

PROPINSI DENGAN ANGKA KEMISKINAN ABSOLUT TINGGI

Jawa Timur
       4.7
Jawa Tengah
       4.6
Jawa Barat
       4.2
Sumatra Utara
       1.4
Lampung
       1.1
¹ dalam jumlah jutaan pada bulan September 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Stabilitas harga makanan (khususnya beras) adalah masalah penting bagi Indonesia sebagai negara yang penduduknya menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli beras. Oleh karena itu, tekanan inflasi harga beras (misalnya karena gagal panen) dapat memiliki konsekuensi serius bagi mereka yang miskin atau hampir miskin dan secara signifikan menaikkan persentase angka kemiskinan di negara ini.

KEMISKINAN DI INDONESIA: KOTA DAN DESA

Indonesia telah mengalami proses urbanisai yang cepat dan pesat. Sejak pertengahan 1990-an jumlah absolut penduduk pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat ini lebih dari setengah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan (20 tahun yang lalu sekitar sepertiga populasi Indonesia tinggal di kota).
Kecuali beberapa propinsi, wilayah pedesaan di Indonesia relatifnya lebih miskin dibanding wilayah perkotaan. Angka kemiskinan pedesaan Indonesia (persentase penduduk pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan desa tingkat nasional) turun hingga sekitar 20 persen di pertengahan 1990-an tetapi melonjak tinggi ketika Krisis Finansial Asia (Krismon) terjadi antara tahun 1997 dan 1998, yang mengakibatkan nilainya naik mencapai 26 persen. Setelah tahun 2006, terjadi penurunan angka kemiskinan di pedesaan yang cukup signifikan seperti apa yang ditunjukkan tabel dibawah ini:


 2005
 2006
 2007
 2008
 2009
 2010
 2011
 2012
 2013
 2014
Kemiskinan Pedesaan
(% penduduk yg hidup di bawah garis kemiskinan desa)
 20.0
 21.8
 20.4
 18.9
 17.4
 16.6
 15.7
 14.3
 14.4
 13.8
Sumber: Bank Duna dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Angka kemiskinan kota adalah persentase penduduk perkotaan yang tinggal di bawah garis kemiskinan kota tingkat nasional. Tabel di bawah ini, yang memperlihatkan tingkat kemiskinan perkotaan di Indonesia, menunjukkan pola yang sama dengan tingkat kemiskinan desa: semakin berkurang mulai dari tahun 2006.

 2005
 2006
 2007
 2008
 2009
 2010
 2011
 2012
 2013
 2014
Kemiskinan Kota
(% penduduk yg tinggal di
bawah garis kemiskinan kota)
 11.7
 13.5
 12.5
 11.6
 10.7
  9.9
  9.2
  8.4
  8.5
  8.2
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Dalam dua tabel di atas, terlihat bahwa pada tahun 2005 dan 2006 terjadi peningkatan angka kemiskinan. Ini terjadi terutama karena adanya pemotongan subsidi BBM yang dilakukan oleh pemerintahan presiden SBY diakhir tahun 2005. Harga minyak yang secara internasional naik membuat pemerintah terpaksa mengurangi subsidi BBM guna meringankan defisit anggaran pemerintah. Konsekuensinya adalah inflasi dua digit antara 14 sampai 19 persen (yoy) terjadi sampai oktober 2006.

KETIDAKSETARAAN DI INDONESIA YANG SEMAKIN MELUAS?

Koefisien GINI, yang mengukur ketimpangan distribusi pendapatan, menunjukkan tren penurunan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah koefisien 0 menunjukkan kesetaraan yang sempurna, sedangkan koefisien 1 menunjukkan ketimpangan sempurna. Namun, kita masih dapat mempertanyakan metodologi koefisien GINI ini karena ia membagi penduduk dalam lima kelompok, masing-masing berisi 20 persen dari populasi: dari 20 persen terkaya sampai ke 20 persen termiskin. Selanjutnya, koefisien ini mengukur kesetaraan (dan ketimpangan) antara kelompok-kelompok tersebut. Ketika menggunakan koefisien ini untuk Indonesia masalah yang timbul adalah negara ini memiliki karakter ketidakseimbangan ekstrim dalam setiap kelompoknya, sehingga membuat hasil koefisien GINI kurang selaras dengan kenyataan. Terlebih lagi media di Indonesia sering melaporkan bahwa kesenjangan antara miskin dan kaya di Indonesia sebenarnya justru semakin meluas.




G.    FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Faktor penyebab  kemiskinan atau mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan  menurut Emil Salim , yaitu:
a)      Tidak memiliki faktor produksi
Mereka umumnya tidak memilki faktor produksi sendiri,seperti tanah yang cukup,modal ataupun ketrampilan .Faktor produksi yang dimilki sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.
b)      Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha.Sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbangkan, seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain,sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat” yang biasanya meminta syarat pelunasan yang berat dan memungut bunga yang tinggi.
c)      Tingkat pendidikan mereka rendah,tak sampai tamat sekolah dasar.
Waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar.Juga anak-anak mereka tidak bisa menyelesaikan sekolah ,karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adik di rumah,sehingga secara turun-temurun mereka terjeratdalam keterbelakangan di bawah garis kemiskinan ini.
d)     Kebanyakaan mereka tinggal di pedesaan.
Banyak diantara mereka tidak memilki tanah,kalaupun ada maka itu sangat kecil sekali.Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar diluar pertanian.karena pertanian bekerja dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin.Banyak di antara mereka lalu menjadi pekerja bebas (self employed) berusaha apa saja.Dalam keadaan penawaran tenaga kerjayang besar, maka tingkat upah menjadi  rendah sehingga mengurung mereka di garis kemiskinan.Didorong oleh kesulitan hidup di desa maka banyak di antara mereka mencoba berusaha di kota (urbanisasi).
e)      Hidup di kota dengan kurangnya ketrampilan dan pendidikan
Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai ketrampilan (skill) atau pendidikan,sedangkan kota banyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa ini. Apabila di negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota,maka proses urbanisasi di negara berkembang tidak  disertai dengan penyerapan tenaga dalam perkembangan industri.Bahkan sebaliknya,perkembangan teknologi di kota-kota negara berkembang justru menampik penyerapan lebih banyak tenaga kerja,sehingga penduduk miskin  yang pindah ke kota terdampar dalam kantong-kantong kemelaratan yang justru membuat mereka tambah miskin.

Faktor Penyebab Kemiskinan menurut Bank Dunia :
·         Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal
·         Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar dan prasarana
·         Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor
·         Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung
·         Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern)
·         Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan  modal dalam  masyarakat.
·         Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelolah sumber daya alam dan lingkungannya.
·         Tidak adanya tata pemerintah yang bersih dan baik (good governance)
·         Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkunagan   
Faktor-faktor Penyebab  Kemiskinan menurut  buku  ( Edis Suharto,Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia)
1.      Faktor Ekonomi
Yakni turunnya pertumbuhan ekonomi,akibat adanya inflasi,refresi dan sebagainya,menimbulkan kemiskinan ,sehingga kemsikinan relatiif  dam absoulut semakin bertambah.Kemiskinan akibat perekonomian dapat  diselesaikan diatasi dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan merata.
Disamping itu pertumbuhan ekonomi juga kelangkaan sumber-sumber daya ekonomi merupakan salah satu sebab timbulnya kemiskinan.

2.      Faktor Individual
Terkait dengan aspek patalogi, termasuk kondisi fisik dan psikologis di miskin.
Orang yang menjadi miskin karena adanya kecacatan pribadi,dalam arti fisik,mental(attitude),malas,tidak jujur,merasa terasing sehingga mereka tidak dapat mencari pekerjaan.

3.      Faktor Sosial
Kondisi-kondisi lingkungan sosial  yang menjebak orang menjadi miskin. Misalnya terdapat deskriminasi ,berdasarkian usia,jender,etnis,yang menyebabkan orang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini ialah kondisi sosial keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.

4.      Faktor Kultural
Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk konsep “kemiskinan kultural” atau budaya kemiskinan.Menghubungkan dengan penelitianOscar Lewis  di Amerika Latin : bahwa memang ada apa yang disebut kebudayaan kemsikinan,yaitu pola kehidupan masyarakat yang mencerminkan pola hidup apatis,ketidak jujuran,ketergantunga,motivasi yang rendah,ketidak stabilan keluarga dsb.
Kebudayaan kemiskinan merupakan ciri dari suatu negara msikin .

5.      Faktor Struktural
Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil ,tidak sensitif,dan tidak accessible  sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin.Sebagai contoh , sistem ekonomi neoriberalisme yang diterapkan di Indonesia  telah menyebabkan para petani,nelayan,dan pekerja sektor informal  terjerat oleh, dan sulit keluar dari kemiskinan.Sebaliknya,stimulus ekonomi pajak dan iklim investasi  lebih menguntungkan orang kaya dan pemodal  asing untuk terusdapat memumupk kekayaan.

H.    KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN

Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di perlukan strategi dan bentuk intervensi yang tepat dalam arti cost effectivenessnya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni:
1.    Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2.    Pemerintah yang baik (good governance)
3.    Pembangunan social

Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila dibagi menurut waktunya:

1)    Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sector pertanian dan perekonomian perdesaan
2)    Intervensi jangka menengah dan panjang
-          Pembangunan sector swasta
-          Kerjasama regional
-          APBN dan administrasi
-          Desentralisasi
-          Pendidikan dan kesehatan
-          Penyediaan air bersih dan pembangunan perdesaan



SUMBER :