Ir. H. Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 21 Juni 1961; umur 53 tahun) adalah Presiden Indonesia ke-7 yang menjabat sejak 20 Oktober 2014. Ia terpilih bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 2014. Jokowi pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak 15 Oktober 2012 hingga 16 Oktober 2014 didampingi Basuki Tjahaja Purnama sebagai wakil gubernur dan Wali Kota Surakarta (Solo) sejak 28 Juli 2005 sampai 1 Oktober 2012 didampingi F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil wali kota. Dua tahun sementara menjalani periode keduanya di Solo, Jokowi ditunjuk oleh partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk memasuki pemilihan Gubernur DKI Jakarta bersama dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Walaupun pada masa kecilnya pernah tergusur sebanyak tiga kali, ia mampu diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dan setelah lulus berhasil menjadi pengusaha mebel. Setelah itu, karier politiknya dimulai dengan menjadi Wali Kota Surakarta pada tahun 2005. Namanya mulai dikenal setelah dianggap berhasil mengubah wajah kota Surakarta menjadi kota pariwisata, budaya, dan batik. Pada tanggal 20 September 2012, Jokowi berhasil memenangkan Pilkada Jakarta 2012, dan kemenangannya dianggap mencerminkan dukungan populer untuk seorang pemimpin yang "baru" dan "bersih", meskipun umurnya sudah lebih dari lima puluh tahun. Semenjak terpilih sebagai gubernur, popularitasnya melambung tinggi dan ia terus menjadi sorotan media. Akibatnya, muncul wacana untuk menjadikannya calon presiden untuk pemilihan umum presiden Indonesia 2014. Ditambah lagi, hasil survei menunjukkan bahwa nama Jokowi terus diunggulkan. Pada awalnya, Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri menyatakan bahwa ia tidak akan mengumumkan Calon Presiden PDI-P sampai setelah pemilihan umum legislatif 9 April 2014. Namun, pada tanggal 14 Maret 2014, Jokowi telah menerima mandat dari Megawati untuk maju sebagai calon presiden dari PDI-P, tiga minggu sebelum pemilihan umum legislatif dan dua hari sebelum kampanye.
Masa kecil dan keluarga
Joko Widodo bersama ibunya, Sudjiatmi Notomihardjo (kanan), dan
adik-adiknya di 'Rumah Saya', Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis, 20 September
2012 pada saat pencalonan gubernur DKI Jakarta. Joko Widodo lahir dari pasangan
Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo dan merupakan anak sulung dan putra
satu-satunya dari empat bersaudara. Ia memiliki tiga orang adik perempuan
bernama Iit Sriyantini, Ida Yati dan Titik Relawati Sebelum berganti nama, Joko
Widodo memiliki nama kecil Mulyono. Ayahnya berasal dari Karanganyar, sementara
kakek dan neneknya berasal dari sebuah desa di Boyolali. Pendidikannya diawali
dengan masuk SD Negeri 111 Tirtoyoso yang dikenal sebagai sekolah untuk
kalangan menengah ke bawah. Dengan kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa
berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri
keperluan sekolah dan uang jajan. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda,
ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari
ayahnya, ia mulai pekerjaan menggergaji di umur 12 tahun. Jokowi kecil telah
mengalami penggusuran sebanyak tiga kali. Penggusuran yang dialaminya sebanyak
tiga kali di masa kecil memengaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak
setelah menjadi Wali Kota Surakarta saat harus menertibkan permukiman warga.
Setelah lulus SD, ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Surakarta.
Ketika ia lulus SMP, ia sempat ingin masuk ke SMA Negeri 1 Surakarta, namun
gagal sehingga pada akhirnya ia masuk ke SMA Negeri 6 Surakarta. Jokowi menikah
dengan Iriana di Solo, tanggal 24 Desember 1986, dan memiliki 3 orang anak,
yaitu Gibran Rakabuming Raka (1988), Kahiyang Ayu (1991), dan Kaesang Pangarep
(1995).
Masa kuliah dan berwirausaha
Dengan performa akademis yang dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk belajar struktur kayu, pemanfaatan, dan teknologinya. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan judul skripsi "Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta". Setelah lulus pada 1985, ia bekerja di BUMN PT Kertas Kraft Aceh, dan ditempatkan di area Hutan Pinus Merkusii di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah. Namun ia merasa tidak betah dan pulang menyusul istrinya yang sedang hamil tujuh bulan. Ia bertekad berbisnis di bidang kayu dan bekerja di usaha milik Pakdenya, Miyono, di bawah bendera CV Roda Jati. Pada tahun 1988, ia memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan nama CV Rakabu, yang diambil dari nama anak pertamanya. Usahanya sempat berjaya dan juga naik turun karena tertipu pesanan yang akhirnya tidak dibayar. Namun pada tahun 1990 ia bangkit kembali dengan pinjaman modal Rp 30 juta dari Ibunya. Usaha ini membawanya bertemu Micl Romaknan, yang akhirnya memberinya panggilan yang populer hingga kini, "Jokowi". Dengan kejujuran dan kerja kerasnya, ia mendapat kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa yang membuka matanya. Pengaturan kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan menginspirasinya untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya.
Dengan performa akademis yang dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk belajar struktur kayu, pemanfaatan, dan teknologinya. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan judul skripsi "Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta". Setelah lulus pada 1985, ia bekerja di BUMN PT Kertas Kraft Aceh, dan ditempatkan di area Hutan Pinus Merkusii di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah. Namun ia merasa tidak betah dan pulang menyusul istrinya yang sedang hamil tujuh bulan. Ia bertekad berbisnis di bidang kayu dan bekerja di usaha milik Pakdenya, Miyono, di bawah bendera CV Roda Jati. Pada tahun 1988, ia memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan nama CV Rakabu, yang diambil dari nama anak pertamanya. Usahanya sempat berjaya dan juga naik turun karena tertipu pesanan yang akhirnya tidak dibayar. Namun pada tahun 1990 ia bangkit kembali dengan pinjaman modal Rp 30 juta dari Ibunya. Usaha ini membawanya bertemu Micl Romaknan, yang akhirnya memberinya panggilan yang populer hingga kini, "Jokowi". Dengan kejujuran dan kerja kerasnya, ia mendapat kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa yang membuka matanya. Pengaturan kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan menginspirasinya untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya.
Kiprah politik
Wali Kota Surakarta
Selebaran kampanye Jokowi untuk menjadi Wali Kota Surakarta pada tahun
2005. Jokowi dan wakilnya F.X. Hadi Rudyatmo. Pada pilkada kota Solo pada tahun
2005, Jokowi diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk maju sebagai calon wali kota Surakarta.
Ia berhasil memenangkan pemilihan tersebut dengan persentase suara sebesar
36,62%. Setelah terpilih, dengan berbagai pengalaman di masa muda, ia
mengembangkan Solo yang sebelumnya buruk penataannya dan menghadapi berbagai
penolakan masyarakat untuk ditertibkan. Di bawah kepemimpinannya, Solo
mengalami perubahan dan menjadi kajian di universitas luar negeri. Berkat
pencapaiannya ini Jokowi terpilih kembali sebagai Wali Kota Surakarta pada
tahun 2010 dengan persentase suara sebesar 90,09%. Di bawah kepemimpinannya,
bus Batik Solo Trans diperkenalkan, berbagai kawasan seperti Jalan Slamet
Riyadi dan Ngarsopuro diremajakan, dan Solo menjadi tuan rumah berbagai acara
internasional. Selain itu, Jokowi juga dikenal akan pendekatannya dalam
merelokasi pedagang kaki lima yang "memanusiakan manusia".Berkat
pencapaiannya ini, pada tahun 2010 ia terpilih lagi dengan suara melebihi 90%.
Kemudian, pada tahun 2012, ia dicalonkan oleh PDI-P sebagai calon Gubernur DKI
Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta
Jokowi diminta secara pribadi oleh Jusuf Kalla
untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Pilgub DKI tahun 2012.
Karena merupakan kader PDI Perjuangan, maka Jusuf Kalla meminta dukungan dari
Megawati Soekarnoputri, yang awalnya terlihat masih ragu. Sementara itu Prabowo
Subianto juga melobi PDI Perjuangan agar bersedia mendukung Jokowi sebagai
calon gubernur karena membutuhkan 9 kursi lagi untuk bisa mengajukan Calon
Gubernur. Pada saat itu, PDI Perjuangan hampir memilih untuk mendukung Fauzi
Bowo dan Jokowi sendiri hampir menolak dicalonkan. Sebagai wakilnya, Basuki T
Purnama yang saat itu menjadi anggota DPR dicalonkan mendampingi Jokowi dengan
pindah ke Gerindra karena Golkar telah sepakat mendukung Alex Noerdin sebagai
Calon Gubernur. Pasangan ini awalnya tidak diunggulkan. Hal ini terlihat dari
klaim calon petahana yang diperkuat oleh Lingkaran Survei Indonesia bahwa
pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli akan memenangkan pilkada dalam satu
putaran. Selain itu, PKS yang meraup lebih dari 42 persen suara untuk Adang
Daradjatun di pilkada 2007 juga mengusung Hidayat Nur Wahid yang sudah dikenal
rakyat sebagai Ketua MPR RI periode 2004-2009. Dibandingkan dengan partai
lainnya, PDIP dan Gerindra hanya mendapat masing-masing hanya 11 dan 6 kursi
dari total 94 kursi, jika dibandingkan dengan 32 kursi milik Partai Demokrat
untuk Fauzi Bowo, serta 18 Kursi milik PKS untuk Hidayat Nur Wahid. Namun LP3ES
sudah memprediksi bahwa Jokowi dan Fauzi Bowo akan bertemu di putaran dua.
Hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei pada hari pemilihan, 11
Juli 2012 dan sehari setelah itu, memperlihatkan Jokowi memimpin, dengan Fauzi
Bowo di posisi kedua. Pasangan ini berbalik diunggulkan memenangi pemilukada
DKI 2012 karena kedekatan Jokowi dengan Hidayat Nur Wahid saat pilkada Wali
Kota Solo 2010 serta pendukung Faisal Basri dan Alex Noerdin dari hasil survei
cenderung beralih kepadanya. Ia akan menjabat selama lima tahun dan berakhir
pada tahun 2017. Selama menjabat sebagai gubernur, ia melancarkan berbagai
program seperti Kartu Jakarta Sehat, Kartu Jakarta Pintar, lelang jabatan,
pembangunan Angkutan Massal Cepat (MRT) dan Monorel, pengembalian fungsi waduk
dan sungai, serta penyediaan ruang terbuka hijau. Pilkada 2012 putaran kedua
Selebaran kampanye Jokowi dan Basuki selama pilkada. Potret Jokowi sebagai
seorang gubernur. Jokowi berusaha menghubungi dan mengunjungi seluruh calon,
termasuk Fauzi Bowo, namun hanya berhasil bersilaturahmi dengan Hidayat Nur
Wahid dan memunculkan spekulasi adanya koalisi di putaran kedua. Setelahnya,
Fauzi Bowo juga bertemu dengan Hidayat Nur Wahid. Namun keadaan berbalik
setelah partai-partai pendukung calon lainnya di putaran pertama malah
menyatakan dukungan kepada Fauzi Bowo. Hubungan Jokowi dengan PKS juga memburuk
dengan adanya tudingan bahwa tim sukses Jokowi memunculkan isu mahar politik
Rp50 miliar. PKS meminta isu ini dihentikan, sementara tim sukses Jokowi
menolak tudingan menyebutkan angka imbalan tersebut. Kondisi kehilangan potensi
dukungan dari partai-partai besar diklaim Jokowi sebagai fenomena "Koalisi
Rakyat melawan Koalisi Partai". Klaim ini dibantah pihak Partai Demokrat
karena PDI Perjuangan dan Gerindra tetap merupakan partai politik yang
mendukung Jokowi, tidak seperti Faisal Basri dan Hendrardji yang merupakan
calon independen. Jokowi akhirnya mendapat dukungan dari tokoh-tokoh penting
seperti Misbakhun dari PKS, Jusuf Kalla dari Partai Golkar, Indra J Piliang
dari Partai Golkar, serta Romo Heri yang merupakan adik ipar Fauzi Bowo.
Pertarungan politik juga merambah ke dunia media sosial dengan peluncuran
Jasmev, pembentukan media center, serta pemanfaatan media baru dalam kampanye
politik seperti Youtube. Pihak Fauzi Bowo menyatakan juga ikut turun ke media
sosial, namun mengakui kelebihan tim sukses dan pendukung Jokowi di kanal ini.
Putaran kedua juga diwarnai berbagai tudingan kampanye hitam, yang antara lain
berkisar dalam isu SARA, isu kebakaran yang disengaja, korupsi, dan politik
transaksional. Menjelang putaran kedua, berbagai survei kembali bermunculan
yang memprediksi kemenangan Jokowi, antara lain 36,74% melawan 29,47% oleh
SSSG, 72,48% melawan 27,52% oleh INES, 45,13% melawan 37,53% dalam survei
elektabilitas oleh IndoBarometer, dan 45,6% melawan 44,7% oleh Lembaga Survei
Indonesia. Setelah pemungutan suara putaran kedua, hasil penghitungan cepat
Lembaga Survei Indonesia memperlihatkan pasangan Jokowi - Ahok sebagai pemenang
dengan 53,81%. Sementara rivalnya, Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli mendapat 46,19%.
Hasil serupa juga diperoleh oleh Quick Count IndoBarometer 54.24% melawan
45.76%, dan lima stasiun TV. Perkiraan sementara oleh metode Quick Count
diperkuat oleh Real Count PDI Perjuangan dengan hasil 54,02% melawan 45,98%,
Cyrus Network sebesar 54,72% melawan 45,25%. Dan akhirnya pada 29 September
2012, KPUD DKI Jakarta menetapkan pasangan Jokowi - Ahok sebagai gubernur dan
wakil gubernur DKI yang baru untuk masa bakti 2012-2017 menggantikan Fauzi Bowo
- Prijanto. Sebelum dan sesudah Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia
berjanji bahwa ia akan menambah 1000 unit bus Transjakarta, lalu ia bisa
dihubungi wartawan 24 jam, bahwa ia akan bekerja 1 jam di kantor dan sisanya
tinjau pelayanan publik. Ia juga berkata bahwa dirinya tidak akan menggusur
Pedagang Kaki Lima (PKL), dan juga akan membangun kampung susun yang bukan
apartemen; lalu ia akan memperbaiki sistem pendidikan dan kesehatan, memberikan
penghargaan ke semua ketua RT dan RW, dan ia juga menjanjikan akan menambah
ruang publik bagi remaja DKI. Pada saat terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta,
permasalahan mulai berdatangan, dan semenjak musim hujan melanda Jakarta dan
masalah macet tidak usai, publik DKI mulai pesimis dan meragukan kemampuan
Jokowi dalam mengatasi masalah ibukota.
Sumber :