PEREKONOMIAN
INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN
Sebelum merdeka,
Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode sebagai
berikut :
MASA PENDUDUKAN
BELANDA
Pada masa penjajahan,Indonesia menerapkan
system perekonomian monopolis. Dimana setiap kegiatan perekonomian dijalankan
sesuai dengan penguasa perdagangan Indonesia saat itu. VOC adalah lembaga yang
menguasai perdagangan Indonesia pada saat itu, disini VOC menerapkan peraturan
dan strategi agar mereka tetap menguasai perekonomian Indonesia.
Peraturan-peraturan yang diterapkan VOC seperti kewajiban menyerahkan hasil
bumi pada VOC dan pajak hasil bumi yang dirancang untuk mendukung monopoli
tersebut. Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi,
yang antara lain meliputi :
– Hak mencetak uang
– Hak mencetak uang
–
Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
–
Hak menyatakan perang dan damai
–
Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
–
Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
MASA PENDUDUKAN
INGGRIS (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad
diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini
sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan
berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan menggunakan pajak tanah,
maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris
atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah
jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi
daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Akan tetapi, perubahan yang cukup
mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan
di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda.
Sebab-sebabnya antara lain :
1. Masyarakat
Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang
2. Pegawai
pengukur tanah dari inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
3. Kebijakan
ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena inggris tak mampu
mengakui suksesi jabatan secara turun temurun.
MASA PENDUDUKAN
JEPANG (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya
ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai
akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan
impor. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang
diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
PEREKONOMIAN
INDONESIA MASA ORDE LAMA (1945 – 1966)
Pada awal
kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri
kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan
mengurangi tingkat ketergantungan luar negeri. Sistem moneter tentang perbankan
khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan
dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab
perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Masa orde lama dimulai dari
tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat itu, keadaan ekonomi
Indonesia mengalami kegiatan produksi terhenti pada tingkat inflasi yang
tinggi. Indonesia pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni
pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi
konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet
hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan
masalah-masalah sosial dan ekonomi yangterjadi pada saat itu. Keadaan ekonomi
Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda.
Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal
ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan
Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan
beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini
mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun
sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau
dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa
untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli. Perekonomian Indonesia pada
masa ini mengalami penurunan atau memburuk.
Pada masa awal
kemerdekaan (1945-1950), keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara
lain disebabkan oleh :
– Inflasi yang
sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe
Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
–
Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup
pintu perdagangan luar negeri RI.
–
Kas Negara kosong
–
Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
1. Program
Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan
Juli 1946.
2. Upaya
menembus blockade dengan diplomasi beras ke, mengadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi
Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat
dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah
produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan
Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5. Kasimo
Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian
akan membaik
ORDE BARU (1966-1997)
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi
prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal
ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan
sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi
campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan
praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam
perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah
tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR
dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin
dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian
pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan
generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969,
Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).
Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:
Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:
REPELITA
I (1967-1974)
Mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
REPALITA
II (1974-1979)
Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
REPALITA
III (1979-1984)
Prioritas tetaap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
Prioritas tetaap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
REPALITA
IV (1984-1989)
Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri
Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri
Jika ditarik
kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor
pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.
Kelebihan
Pada Masa Orde Baru :
1. Perkembangan
GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah
mencapai lebih dari AS$1.000.
2. Sukses
transmigrasi.
3. Sukses
KB.
4. Sukses memerangi buta huruf.
5. Sukses swasembada pangan.
6. Pengangguran
minimum.
7. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima
Tahun).
8. Sukses
Gerakan Wajib Belajar.
9. Sukses
Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.
10. Sukses keamanan dalam negeri.
11. Investor
asing mau menanamkan modal di Indonesia.
12. Sukses
menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan
Orde Baru
1. Semaraknya
korupsi, kolusi, nepotisme.
2. Pembangunan
Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara
pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar
disedot ke pusat.
3. Munculnya
rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama
di Aceh dan Papua.
4. Kecemburuan
antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.
5. Bertambahnya
kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si
miskin).
6. Kritik
dibungkam dan oposisi diharamkan.
7. Kebebasan
pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibreidel.
8. Penggunaan
kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
“Penembakan Misterius” (petrus).
MASA REFORMASI
Pemerintahan
reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan
mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya
dikarenakan pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara
dan banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tahun 1998
merupakan tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat
krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai rupiah
yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan
mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar).
Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun
setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh
tempo saat itu dan harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima
kali lipatnya karena uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus dibayar
dalam bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan hutang swasta yang kemudian
harus dibayar Negara Indonesia sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari
International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi
US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah hutang komersial swasta). Pemerintahan
reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian
presiden, antara lain yaitu :
·
B.J Habibie (21 Mei 1998
– 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan
presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di
Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan
wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat
·
Abdurrahman Wahid (20
Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
Pada masa
kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup
berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman
Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis
dan antar agama.
·
Megawati (23 Juli 2001 –
20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan
Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu
pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk
mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
§ Meminta
penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club
ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun
§ Kebijakan
privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan
ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke
perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual
beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang
Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset
telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.
·
Susilo Bambang Yudhoyono
(20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2014)
Masa kepemimpinan
SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu :
§ Mengurangi
subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini
dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM
dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang
mendukung kesejahteraan masyarakat.
§ Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial.
§ Mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah
satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November
2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah.
Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini
mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan
bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di
Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
§ Lembaga
kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan
SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan
sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY
tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi
money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang
mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara
besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
§ Program
konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan
bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
§ Kebijakan
impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah
menjadi anjlok atau turun drastis
Pada tahun 2006
Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund).
Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada
luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi
antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat
dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak dikarenakan
sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.
Joko Widodo (20 Oktober 2014 –
Sekarang)
Sebagai dampak
perkembangan ekonomi global tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga triwulan
II 2015 masih melambat, yakni sebesar 4,67% (yoy), menurun dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 4,72% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II
2015 yang masih melambat ini terutama akibat melemahnya pertumbuhan investasi,
konsumsi pemerintah, dan konsumsi rumah tangga.
Dari sisi
eksternal, ekspor tumbuh terbatas seiring dengan pemulihan ekonomi global yang
belum kuat dan harga komoditas yang masih menurun. Di sisi lain, pertumbuhan
impor terkontraksi lebih dalam sejalan dengan lemahnya permintaan domestik.
Perkembangan
Neraca Perdagangan Indonesia pada semester I 2015 mencatat surplus, terutama
ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Surplus neraca perdagangan tersebut
mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2015 yang lebih
baik dari prakiraan sebelumnya yaitu 2,5% dari PDB, dan lebih baik dari periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB.
Nilai tukar
rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi faktor eksternal. Pada Juli
2015, rupiah melemah ke level Rp 13.311 per dolar AS dari sebelumnya di kisaran
Rp 12.025 pada hari pertama pemerintahan Jokowi-JK. Angka ini bahkan terus
merosot hingga hampir mencapai Rp 14.800 pada bulan September 2015. Beruntung,
kondisi ekonomi global dan kerja keras pemerintahan Jokowi-Jk berhasil
memperkokoh nilai rupiah kembali ke kisaran Rp 13.500 pada pertengahan bulan
Oktober 2015.
Sejalan dengan
pergerakan rupiah, perkembangan harga saham juga mengalami tekanan. Pada awal
November 2014 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat sebesar Rp
5.085,51 merosot menjadi Rp 4.120,5 di akhir September 2015 akibat
derasnya arus modal asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia. Tapi rangkaian
Paket Kebijakan Ekonomi pemerintah yang diterbitkan sejak 9 September 2015
telah membawa persepsi positif kepada investor pasar modal, sehingga IHSG naik
kembali menjadi Rp 4.591,91 pada 19 Oktober 2015.
Sebagai akibat
kebijakan penyesuaian harga BBM pada bulan November 2014, inflasi melonjak
menjadi 8,36 % (yoy) pada akhir tahun 2014. Melalui kebijakan pengendalian
harga pangan dan harga barang yang diatur oleh pemerintah, tingkat inflasi
secara bertahap menurun. Pada bulan September 2015 inflasi menjadi 6,83% (yoy)
atau 2,24% (ytd). Dengan pengendalian inflasi yang ketat hingga di tingkat
Pemerintah Daerah, maka inflasi diperkirakan di kisaran 4%pada akhir
tahun 2015. Penurunan inflasi sebagian disebabkan melemahnya daya beli
masyarakat akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi khususnya di wilayah
pertambangan dan perkebunan.
Perekonomian
diperkirakan mulai meningkat pada triwulan III dan berlanjut pada triwulan IV
2015. Peningkatan tersebut didukung oleh akselerasi belanja pemerintah dengan
realisasi proyek-proyek infrastruktur yang semakin meningkat. Hal ini sejalan
dengan berbagai upaya khusus yang dilakukan pemerintah untuk mendorong
percepatan realisasi belanja modal, termasuk dengan menyiapkan perangkat aturan
yang diperlukan.
Sumber :
http://bagusraharjoe.blogspot.co.id/2016/03/masih-relevankah-sistem-ekonomi.html